Senin, 03 Oktober 2011

Cinta itu Kamu


 
Aku masih ingat pertama kalinya aku bertemu dengan seseorang yang membuat jantungku jedag-jedug tak menentu, yang tanpa bicara apa-apa dia menghipnotis seluruh pikiranku dengan gambarnya. Disini, ditaman kota ini. 3 tahun yang lalu, saat aku masih menyebut diriku Remaja. Seseorang dengan alis yang hitam, mata yang teduh, badan yang tegap. Heuhh.. dalam hitungan detik aku telah dibuatnya terlena. Merana, resah, gundah, gelisah. Dan saat aku merasakan tangannya yang kasar “Ryan.” Suaranya yang tegas begitu menggema disetiap sudut ruang telingaku, bibirnya yang tipis, senyumnya yang manis. Aarghhh.. aku telah gila dibuatnya. Dia adalah kakak sepupu sahabatku, Fara.
Tiap malam hari-hariku telah penuh dengan bayangan-bayangan senyumnya, tidurku telah terisi dengan mimpi-mimpi tentangnya. Pagi ku terasa lebih indah dari hari biasanya. Langkahku seperti tak menapak dibumi, jiwaku dibawanya melayang. Sudut bibirku selalu terangkat untuk tersenyum. Aku semakin betah berlama-lama didepan kaca, miring ke kanan-ke kiri, berputar. Hmmm. Luar biasa. Beginikah cinta? Pertemuan singkat dengannya waktu itu membuatku tak percaya jika dia juga memiliki rasa yang sama. Setiap malam, ku selipkan doa sebelum tidurku “Tuhan, ijinkan esok pagi menjadi hari yang cerah untukku, dan ijinkan aku bertemu dengan orang yang telah membawa kedamaian dalam hatiku”. Bukan karena matanya yang teduh, bukan karena fisiknya yang gagah, juga bukan karena wajahnya yang manis. Tapi karena imannya yang begitu teguh kepada Allah, ibadahnya dan tutur katanya yang selalu membawa kesejukan dalam jiwaku dan kedamaian dalam hatiku.
Sebulan mengenalnya dan belajar banyak tentang agama dengannya semakin membawaku larut dalam alam yang hijau dan penuh kesejukan. Semakin aku terbawa arus cinta yang tak pernah ku tahu darimana dan kapan dia datang meracuni hatiku dan merusak seluruh sel pembuluh darahku untuk menyebarkan namanya dalam setiap denyut nadiku, mengacak-acak memoryku dengan bayangan-bayangan wajahnya. Oh, Tuhan kuatkan imanku. Ada yang membuatku melayang lebih tinggi dari biasanya saat dia bilang
“kamu kalau lagi senyum manis, apalagi ada lesung pipi kananmu. Kamu akan terlihat lebih cantik lagi kalau kamu memakai jilbab karena Allah”
Ya Allah mimpi apa aku semalam, lagi-lagi dia membuatku terbang melayang di atas awan,  pipiku terasa merah seperti udang goreng. Jantungku berdetak seperti habis lari marathon, bunga-bunga yang sedang kuncup dalam taman hatiku bermekaran dan ada kelinci yang lagi loncat-loncat juga, dimataku lagi ada gambar daun waru yang banyak banget. Aku masih belum bisa mengendalikan perasaanku, kata-kata manis yang keluar dari mulutnya membuatku terhipnotis untuk ikuti semua sarannya.  
Ternyata benar kata dia, memakai jilbab Karena Allah membuat hati kita menjadi sejuk. Hmmm. Semakin dalam rasa ku ini untuknya. Semakin besar anganku untuk berada disampingnya. Entah apa yang harus ku lakukan atau mungkin ku katakan kepadanya jika selama ini aku diam-diam memendam rasa yang begitu dalam untuknya. Aku masih belum tahu bagaimana dia dengan diriku. Apakah memiliki rasa yang sama? Atau kah hanya menganggap ku sebagai teman? Atau  bahkan hanya seorang adik? Entahlah, aku masih membisu dan diam-diam terus memperhatikannya. Semakin lama aku memendam rasa ini, semakin aku gila dan membuatku cepat mati penasaran. Saat itu setengah tahun sudah aku mengenalnya, dan aku mencoba lebih jujur, karena menurutku tak ada salahnya jika perempuan mengatakannya terlebih dulu.
“kak, Dilla hanya ingin jujur pada diri Dilla sendiri dan pada kakak tentunya. Dilla ga mengharapkan apa-apa, karena Dilla hanya ingin lebih jujur dan lebih tegas pada diri Dilla sendiri” uda keringat dingin, jantung ga karuan.
Dengan senyum manisnya yang membuat hatiku lumer “kenapa? Apa yang membuat Dilla ingin lebih jujur pada kakak”
“emm..emm” jantung semakin ga karuan, pengen pipis, mules, hati penuh, dada sesak semua campur jadi satu “salah ga sich kak, kalau Dilla jatuh cinta sama kakak.?” aku ga berani untuk menatap mata yang teduh itu, aku tak sanggup mendengar jawabannya yang mungkin akan membuatku sakit. Aku meundukkan kepala ku, Malu.
“ga kok, cinta itu ga bisa memilih. Dia datang pada siapa saja, dimana saja, kapan saja, semaunya.” Ku dengar kak Ryan mengehela nafas panjang “dari banyaknya cinta yang ada didunia ini, selama ini aku hanya menemukan satu cinta pada hidupku”
Cleb.cleb. “siapa?siapa? jangan-jangan kak Ryan emang uda punya pacar. bego” pikirku dalam hati aku memberanikan diri melihat nya. Matanya, senyumnya. Ahh, tidakk, ini bisa membuatku gila.
“dari Allah aku menemukan cinta yang sejati, lalu aku berikan cinta itu untuk ibu, ayah dan saudaraku. Lalu aku membagi kasih sayangku untuk mu, untuk sahabatku dan mereka yang ada disekitarku.”
Aku masih ga ngerti kata-katanya. Masih memperhatikan raut mukanya yang begitu tenang. Seperti mengerti tatapanku, lalu dia meneruskan kalimatnya
“aku tak ingin ada ikatan apapun sebelum kamu ataupun oranglain itu menjadi Halal bagiku.” Matanya menatapku semakin dalam “selesaikan dulu pendidikanmu. Tetaplah menjadi Dilla yang seperti ini, jagalah hatimu agar selalu dalam lindungannya. Jika memang Allah menghendaki kita berjodoh. Suatu saat nanti kita akan bertemu kembali”
“Amiiinn Ya Rabb… “ haaaahhh… semua perasaan sesak yang hampir membunuhku itu terbang melayang entah kemana, habis tenaga menahan perasaan yang berkecamuk, bibirku tersenyum simpul, mataku berbinar-binar. Lagi-lagi dia membuatku seperti diatas awan, lagi-lagi dia membuatku merasakan damainya hati, menerbangkan resah gelisah dan menggangitnya dengan biji-biji bunga yang ia tanam dan kelinci-kelinci kecil di taman hati.
Sore itu menjadi senja yang begitu indah bagiku. Dibangku ini, dibangku pertama kali aku mengenalnya. Dan senja ini juga yang akan mengantarnya terbang ke Al Azhar Kairo untuk meneruskan pendidikannya.
********
Setiap 2 minggu kita saling bertukar postcard. Tiada terasa 3 tahun sudah berlalu, semakin dalam perasaan ini. Semakin larut aku dalam kerinduan yang terpendam. Ga sabar rasanya ingin bertemu dengan dia. Masihkah mata teduhnya, masihkah senyum manisnya itu
Sore ini ditaman kota, dia ingin bertemu. Hwaa..tak sabar rasanya menunggu jam berputar yang berjalan begitu lambat. Tik.tok.tik.tok. laaamaaa... seperti anak kecil yang akan mendapatkan balon dan permen sekantong trus bawa terbang layang-layang. Mulai belajar memoles diri, berlama-lama didepan kaca, menghafalkan skenario untuk memulai berkomunikasi setelah 3 tahun tak bertemu. Rasa canggung, deg-degan, cengar-cengir kaya kuda, pipi merah, hati berbunga-bunga.
Setengah jam menunggu disini seperti telah menunggu setengah abad. Berkali-kali kulihat jam tangan masih belum beranjak dari rotasinya. Ada rasa kuatir yang tiba-tiba menerobos relung hatiku. Entah mengapa, perasaan itu semakin membuatku sesak bernafas. 2 jam berlalu aku masih duduk disini, hingga senja menemani. Darimana datangnya air mata ini, yang terus mengalir basahi pipi, begitu sakit, begitu perih, kecewa. Semua pelangi telah berbias menjadi putih dan perlahan menghilang. Ingin rasanya aku pulang. Tapi hati ini masih menahanku untuk tetap disini, hinga senja berlalu dan menjadi gelap. Aku masih tak mengerti apa yang terjadi?
Fara berlari sambil menangis, semakin membuatku tak mengerti apa yang terjadi. Nafas yang terengah-engah dan berkali-kali mengusap air mata yang terus mengalir dipipinya “kak Ryan, tabrakan dil. Dia masih kritis, kakinya patah dan” menghela nafas panjang “ dia gegar otak”
Seperti petir yang telah menyambar diriku sampai mati, Tak terbendung lagi air mata ini, lemas, tak ada daya kaki ini untuk melangkah, seperti kesurupan aku terus berlari menggandeng fara untuk sampai dirumah sakit tempat kak Ryan dirawat. Dengan nafas ngos-ngosan dan baju basah keringat bercampur airmata tak juga membuatku berhenti mengkhawatirkannya, sampai akhirnya aku jatuh dan terus menangis. Dalam pelukan fara dan ibunya. Dengan penuh kasih ibu Fara menenangkanku, membelai ku, memelukku dalam dekapan hangatnya sampai aku mampu menguasai diriku. “sebelum dia pergi, tadi dia menitipkan surat ini kepada ibu. Dan meminta ibu untuk memberikannya padamu jika memang dia tak sempat berbicara denganmu.” Mencoba menegarkan diri “mungkin ini firasatnya. Bacalah nak, dan temani dia malam ini”
Dengan penuh keyakinan dan mencoba menahan air mata “Bismillahirrahmanirrahim” menguatkan hati untuk tetap ikhlas dan tabah. Ku lihat dia. Masih tak berubah, wajahnya yang lembut, alisnya yang hitam, senyumnya yang manis, tapi aku tak bisa melihat matanya yang teduh. Berbisik ditelinganya “kak Ryan bangun dong, jangan tidur terus. Ada Dilla lho disini” mulai menangis “aku baca surat dari kak Ryan ya. Tapi setelah itu kak Ryan harus bangun. Janji ya?”
Gemetar membuka perlahan amplop warna biru,
Dilla yang manis,
Assalamu’alaikum
3 tahun sudah berlalu. tak sabar rasanya ingin bertemu denganmu, membayar janjiku padamu. Senyummu yang manis dan lesung pipi kanan mu selalu tergambar jelas dalam ingatanku, berbagi cerita dan tertawa denganmu selalu membuatku rindu akan hadirmu. Selama kau disini, tak pernah terfikirkan olehku untuk mencari penggantimu disinggasana hatiku.
Semua kehendak Tuhan. Aku masih ingat pertama kali aku bertemu dengan mu, ada getaran yang tak pernah ku tahu artinya. Ada keresahan jika aku tak melihat binar matamu, ada kegelisahan tatkala aku tak sempat melihatmu, ada kerinduan bila aku tak bertemu denganmu. Jauh sebelum kamu mengerti itu cinta, aku sudah merasakannya.
Seperti halnya saat ini, kemarin ataupun esok pagi. Kita tak kan pernah tahu rencana dalam cerita Tuhan. Aku selalu menyematkan namamu disela-sela do’a sebelum tidurku. Aku diam-diam telah menulis namamu dalam daftar mimpiku.
Tak ada kayu yang menjadi abu tanpa api, seperti halnya diriku tak kan menjadi lemah jika  dirimu tak menyulutkan api cinta dalam hatiku.
Tak kan ada pelangi tanpai badai dan hujan. Sama halnya diriku tak akan mengerti warna dalam hidupku jika kau tak datang dan membawa cahaya dalam gelapnya hatiku.
Aku mencintaimu dalam hatiku atas RidhoNya, aku tak pernah berharap untuk bisa memilikimu. Aku pasrahkan seluruh hatiku dan cintaku padaNya. Dan jika memang kita tak bisa saling bersatu ikhlaskanlah aku seperti halnya aku mengikhlaskanmu sepenuhnya pada jalan certia Allah. Aku selalu mencintaimu dalam hatiku, karena cinta datang dari hati tanpa berharap untuk memiliki. Karena cinta tak mengenal kata lelah, tiada kata jenuh, tiada keputusasaan dalam batas waktu, tiada kebimbangan dan bukan sebuah pilihan.
Wassalamu’alaikum,
A.  Ryan Hermawan.
Tak ada kata-kata yang  bisa mengungkapkan perasaanku waktu itu. Hanya airmata yang terus mengalir membasahi pipiku. Aku masih mengenggam tangannya dan masih menangis disampingnya. Sampai akhirnya dia telah berpulang kepadaNya pukul 22.45.
Sampai saat ini aku masih sering datang ditaman kota hanya untuk merasakan bahwa dia hadir untukku, menemaniku dalam sepiku. Semua yang terjadi telah tertulis dalam jalan cerita Tuhan. Aku lebih mengerti cinta itu hanya ada dalam hati, tak harus saling memiliki. Penantian ku selama ini tak kan jadi sia-sia karena dirimu selalu hidup dalam hatiku. Tak ada penyesalan dalam hatiku mengenalmu begitu singkat. Begitu besar cinta ini hingga aku tak mampu berbagi dengan orang lain. Mungkin nanti, entah sampai kapan? Kita tak pernah tahu akan esok hari. Seperti engkau aku telah berpasrahkan hati ini pada Tuhan. Jika memang ada seseorang itu yang datang untuk meminta hatiku, akan ku berikan untuk berbagi kasih dengannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar